Jakarta – Tulisan oleh Agus Widjajanto mengungkap kisah mendalam tentang bagaimana Pancasila, sebagai dasar negara Indonesia, tidak hanya lahir dari pemikiran dan pencerahan para pendiri bangsa, tetapi juga terinspirasi dari penggalian budaya dan peninggalan literatur nenek moyang serta adat istiadat dan pemerintahan Desa Adat saat itu.
Dalam buku autobiografi Soekarno, Proklamator dan Presiden Pertama Republik Indonesia, disebutkan bahwa Pancasila bukanlah ciptaan Soekarno. Melainkan sebuah penggalian dari tradisi dan budaya Indonesia yang telah ada sebelumnya. Seperti yang disampaikan Soekarno, “Aku menemukan lima butir mutiara yang indah” yang kemudian diidentifikasi sebagai lima sila dalam Pancasila.
Sejarah mencatat bahwa pada sidang BPUPKI pada tahun 1945, tiga tokoh bangsa, Mohamad Yamin, Mr. Soepomo, dan Ir. Soekarno, sepakat ada lima poin yang menjadi isi dari Dasar Negara. Dasar Negara ini kemudian disusun oleh Panitia Sembilan dan dikenal dengan “Piagam Jakarta”.
Salah satu bagian dari tulisan Widjajanto yang menarik adalah keterkaitan antara Pancasila dengan Kakawin Nagara Kertagama, sebuah kitab berbahasa Jawa kuno yang ditulis oleh Mpu Prapantja. Kitab ini diakui oleh UNESCO sebagai karya yang memberikan kesaksian pemerintahan pada abad ke-14 di Indonesia, yang sangat menghargai ide-ide modern seperti keadilan sosial, kebebasan beragama, keamanan pribadi, dan kesejahteraan rakyat.
Dalam Kakawin Nagara Kertagama, nilai-nilai Pancasila tertulis pada Pupuh ke-43 ayat 2 yang berbunyi, “Nahan hetu Narendra Bhakti RI padha Sri Sakya sinhasthiti…”. Alasan arti dari pupuh ini adalah tentang bagaimana Sang Raja berbakti pada Sri Sakya Sinhasthiti, dengan memegang teguh pada Pancasila.
Pada awalnya, Dasar Negara dalam Piagam Jakarta menekankan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluknya. Namun, setelah mendengar keberatan dari utusan Indonesia Timur, khususnya dari Dr. Latuharhary, maka dibuatlah perubahan menjadi “Ketuhanan Yang Maha Esa”, yang menegaskan bahwa Indonesia adalah negara yang melindungi seluruh umat beragama, bukan negara agama.
Artikel ini juga menggambarkan bagaimana nenek moyang bangsa Indonesia, yang mendiami kepulauan Nusantara, adalah bangsa yang telah berinteraksi dan berhubungan dengan bangsa lain jauh sebelum era penjelajahan Eropa. Mereka telah memiliki peradaban dan budaya yang maju, seperti yang terlihat dari peninggalan-peninggalan sejarah seperti prasasti dari masa kerajaan Kutai, Sriwijaya, dan Mataram Hindu.
Kesimpulannya, Pancasila bukanlah konsep yang muncul begitu saja, melainkan sebuah penggalian dan refleksi dari nilai-nilai luhur dan budaya bangsa Indonesia yang telah ada sejak zaman nenek moyang. Ini adalah bukti dari bagaimana sejarah dan literatur kuno seperti Kakawin Nagara Kertagama telah memberikan inspirasi dan landasan untuk lahirnya dasar negara Indonesia.
Penulis adalah Praktisi Hukum di Jakarta, Pemerhati Sosial Budaya, Hukum dan Politik.