Agama, Budaya Jawa, dan Konsep Manunggaling Kawulo Gusti: Sebuah Analisis Mendalam

Sumber : telusur.co.id

Oleh: Agus Widjajanto, Praktisi Hukum dan Pemerhati Sosial Budaya

Pada tahun 2016, Mahkamah Konstitusi mengeluarkan putusan yang memungkinkan penganut aliran kepercayaan untuk mencantumkan keyakinannya pada kolom agama di E-KTP dan kartu keluarga. Hal ini menimbulkan diskusi luas mengenai hubungan antara agama, budaya Jawa, dan konsep spiritualitas yang dikenal sebagai “Manunggaling Kawulo Gusti”.

Konteks Budaya Jawa

Tanah Jawa memiliki sejarah panjang kepercayaan animisme dan dinamisme sebelum kedatangan agama samawi. Budaya laku atau tirakat, seperti puasa dan pengurangan tidur, telah menjadi bagian integral dari kehidupan sehari-hari masyarakat Jawa dalam pencarian hakekat diri sebagai hamba Tuhan.

Salah satu konsep sentral dalam budaya Jawa adalah “Manunggaling Kawulo lan Gusti”, yang menggambarkan hubungan erat antara hamba dan Sang Khalik. Konsep ini tidak bisa dipisahkan dari ajaran tasawuf Jawa atau yang dikenal luas sebagai “kebatinan”.

Tasawuf dan Kebatinan Jawa

Tasawuf di Jawa, atau yang sering disebut “kebatinan”, berfokus pada bagaimana seorang hamba Tuhan bisa menemukan Tuhannya melalui upaya spiritual. Tujuan akhirnya adalah menyatu dengan Tuhan, yang dalam tasawuf Jawa dikenal sebagai Ma’krifatullah. Syech Siti Jenar, seorang penyebar agama asal Persia yang tinggal di Jepara, Jawa Tengah, dikenal karena ajaran “wahdatul wujud” atau “Mamunggaling Kawulo lan Gusti”.

Kontroversi dan Interpretasi

Meskipun konsep ini memiliki akar dalam ajaran tasawuf yang lebih luas, ajaran Syech Siti Jenar dianggap kontroversial oleh dewan para wali songo. Mereka berpendapat bahwa konsep “wahdatul wujud” yang diajarkan oleh Syech Siti Jenar tidak sesuai untuk diajarkan kepada masyarakat umum yang belum mencapai tingkat keimanan tertentu.

Kejawen Bukan Sekedar Label Agama

Label “kejawen” tidak hanya eksklusif bagi kalangan Islam di Jawa. Banyak ahli spiritual Jawa dengan latar belakang beragam, termasuk dari kalangan Romo atau pastor, yang tidak mencampuradukkan kejawen dengan komunitas gereja. Istilah yang lebih tepat adalah “kebatinan Jawa”, yang mencerminkan keragaman latar belakang agama mereka.

Simbolisme dan Kebatinan Jawa

Bagi masyarakat Jawa, simbolisme adalah cara utama dalam merenungkan hubungan dengan Tuhan. Sebagai contoh, dalam serat “Centhini”, digambarkan bahwa untuk menembus realitas, seseorang harus memahami simbol. Ini menandakan bahwa kejawen bukanlah sebuah agama, melainkan sebuah “paugeran” atau petunjuk arah dari nilai-nilai tradisi.

Konsep Manunggaling Kawulo lan Gusti dalam Perspektif Lain

Menurut Raden Ngabehi Ronggo Warsito, pujangga penutup dari keraton Kasunanan Surakarta, hubungan antara manusia dan Tuhan adalah dua hal yang berbeda namun bersatu dalam diri insan yang telah mencapai Ma’krifatullah. Konsep ini berbeda dengan ajaran dalam Syariat yang bersumber pada Alquran, yang mengajarkan Tuhan sebagai Dzat yang transenden.

Kesimpulan

Mamunggaling Kawulo lan Gusti merupakan salah satu konsep sentral dalam kebatinan Jawa yang memungkinkan orang Jawa untuk mempraktekkan ilmu tauhid dalam konteks budaya dan tradisi mereka. Meskipun sering dikaitkan dengan kontroversi dan perdebatan, konsep ini tetap menjadi bagian integral dari identitas spiritual dan budaya masyarakat Jawa.

Narasumber:

  1. Prof Dr Suwardi Endraswara, “Agama Jawa, Ajaran Amalan dan Asal Usul Kejawen”
  2. Prof Dr Simuh, Guru Besar Filsafat Universitas Indonesia
  3. Kitab “Fu Sus Al Hikam” karya Ibnu Arabi
  4. “Ihya Ulumuddin” oleh Imam Al Ghazali

Berikut adalah cara Anda bisa mencari sumber-sumber tersebut:

  1. Prof Dr Suwardi Endraswara
    Anda bisa mencari bukunya yang berjudul “Agama Jawa, Ajaran, Amalan, dan Asal Usul Kejawen” di toko buku online atau perpustakaan digital.

  2. Wawan Susetya
    Anda bisa mencari bukunya yang berjudul “Dharmaning Satriya” (2029-241) di toko buku online atau perpustakaan digital.

  3. Prof Dr Simuh
    Anda bisa mencari publikasi atau karya Prof Dr Simuh yang berjudul “Wirid Hidayat Jati” di Google Scholar atau perpustakaan digital.

  4. Kitab “Fu Sus Al Hikam” karya Ibnu Arabi
    Anda bisa mencari kitab ini di perpustakaan digital atau situs web khusus yang menyediakan literatur keagamaan.

  5. “Ihya Ulumuddin” karya Imam Al Ghazali
    Anda bisa mencari kitab ini di perpustakaan digital atau situs web khusus yang menyediakan literatur keagamaan.

Dengan mencari sumber-sumber ini, Anda dapat mendapatkan informasi yang lebih lengkap dan mendalam tentang topik kejawen dan kebatinan Jawa.

Catatan: Artikel ini merupakan ringkasan dan analisis berdasarkan tulisan Agus Widjajanto, Praktisi Hukum dan Pemerhati Sosial Budaya, tentang hubungan antara agama, budaya Jawa, dan konsep Manunggaling Kawulo Gusti. Penulis menekankan bahwa kejawen bukanlah agama, melainkan sebuah petunjuk arah atau paugeran dari nilai-nilai tradisi dan kebatinan Jawa.

Leave a Reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Company

From breathtaking landscapes to the smallest creatures, we celebrate the diversity and magnificence of our planet. Through our carefully curated content, we aim to educate.

Features

Most Recent Posts

  • All Post
  • Breaking News
  • Content Creation
  • Graphic Design
  • Isu-Isu Hukum
  • Kasus Hukum
  • Ketetapan Majelis MPR;
  • Original artikel
  • Peraturan Daerah
  • Peraturan KPK
  • Peraturan KPU
  • Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang
  • Perdata
  • Pidana
  • SEO
  • Tata Negara
  • Uncategorized
  • UUD45
  • Web Design

Category

© 2018 Created with www.awlaw.co.id