Sengketa Pilpres di Mahkamah Konstitusi, Akal Sehat dan Watak Kenegarawan

Oleh: Agus Widjajanto


Tujuan Artikel:
Artikel ini bertujuan untuk mengkaji dan memberikan pandangan kritis terhadap sengketa Pilpres 2024 yang saat ini sedang berlangsung di Mahkamah Konstitusi (MK). Artikel juga bertujuan untuk menyoroti kepentingan integritas dan keadilan dalam proses demokrasi di Indonesia.


Hasil Rekapitulasi Pilpres 2024:
Pasangan Prabowo Subianto dan Gibran Rakabuming Raka (Nomor urut 02) berhasil meraih 58,59% suara dalam Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden 2024. Sementara itu, pasangan Anis Baswedan – Muhaimin Iskandar (Nomor urut 01) mendapatkan 24,95% suara dan pasangan Ganjar Pranowo – Mahfud MD (Nomor urut 03) mendapatkan 16,47% suara.


Gugatan PHPU ke Mahkamah Konstitusi:
Pasangan yang kalah dalam Pemilu, yaitu Ganjar Pranowo – Mahfud MD dan Anis Baswedan – Muhaimin Iskandar, merasa bahwa ada kecurangan dalam proses Pemilu dan mengajukan gugatan Perselisihan Hasil Pemilihan Umum (PH PU) ke MK.


Argumen Gugatan:
Dalam gugatan mereka, pasangan Ganjar Pranowo – Mahfud MD meminta MK untuk membatalkan keputusan KPU tentang Hasil Penetapan Pemilu Presiden dan Wakil Presiden, mendiskualifikasi pasangan Prabowo Subianto -Gibran Rakabuming Raka, dan memerintahkan KPU untuk melakukan pemungutan suara ulang secara nasional.


Kewenangan MK:
Menurut Pasal 24C ayat (1) UUD 1945 dan Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009, MK memiliki kewenangan untuk memutus perselisihan hasil pemilihan umum, termasuk Pemilu Presiden dan Wakil Presiden.


Pandangan Ahli:
Charles Sambuaga, Ahli Tata Negara, menyatakan bahwa kewenangan MK dalam mengatasi perselisihan hasil pemilu menjadi lebih luas dan komprehensif. MK dapat memutus perselisihan antara peserta Pemilu dengan KPU mengenai proses perolehan suara untuk menyelamatkan demokrasi konstitusional Indonesia.


Kritik Terhadap Pendapat Ahli:
Penulis, Agus Widjajanto, mempertanyakan aliran hukum progresif yang diambil oleh ahli tersebut. Dia menyoroti beberapa pertanyaan yang belum dijawab, seperti adanya pelanggaran TSM (Terstruktur, Sistematis, dan Masif) dalam Pemilu dan dampak psikologis bagi pemilih yang telah menggunakan haknya.


Kasus Pendaftaran Gibran di KPU:
Disorot juga pendaftaran Gibran di KPU yang terjadi setelah putusan MK yang memperbolehkannya mendaftar sebagai Calon Wakil Presiden. Hal ini seharusnya diselesaikan di Bawaslu atau melalui gugatan di PTUN, bukan setelah hasil rekapitulasi suara diumumkan.


Kesimpulan:
Dalam keseluruhan sengketa ini, Agus Widjajanto mengharapkan integritas dan keadilan dari hakim-hakim di MK. Ia berharap MK dapat memutuskan sengketa ini secara impartial, obyektif, holistik, dan adil secara hukum, serta berdasarkan bukti-bukti yang disajikan.


Narasumber:

  1. Prof Dr Mahfud MD
  2. Charles Sambuaga, Ahli Tata Negara

Leave a Reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Company

From breathtaking landscapes to the smallest creatures, we celebrate the diversity and magnificence of our planet. Through our carefully curated content, we aim to educate.

Features

Most Recent Posts

  • All Post
  • Breaking News
  • Content Creation
  • Graphic Design
  • Isu-Isu Hukum
  • Kasus Hukum
  • Ketetapan Majelis MPR;
  • Original artikel
  • Peraturan Daerah
  • Peraturan KPK
  • Peraturan KPU
  • Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang
  • Perdata
  • Pidana
  • SEO
  • Tata Negara
  • Uncategorized
  • UUD45
  • Web Design

Category

© 2018 Created with www.awlaw.co.id